Ta’lim Rutin Al iffah Ahad, 15 April 2012
Dalam Islam telah diatur
terkait perjodoohan seperti yang telah disebutkan dalam Q.S. 24: 26.
Alloh memerintahkan hamba-Nya unuk menikah dalam Q.S. An-nur: 32. Dalam
ayat ini Alloh menjamin terkait pernikahan, juga kaitannya dengan harta.
Contohlah cara hidup burung. Burung itu tidak pernah takut akan masa
depan. Burung itu tidak memiliki tabungan, sekali dia mencari makanan
maka langsung dia habiskan, dan begitu seterusnya. Namun dia tetap
gembira dan tak pernah kusut. Hal penting yang perlu diingat adalah
nasihat Rosul pada kaum muda, jika sudah siap menikah maka menikahlah
dan jika belum mampu maka puasalah. Hal yang perlu disiapkan adalah
terutama kaitannya dengan maknawi, bukan fisik. Hewan saja tidak
mempersiapkan fisiknya. Jika manusia mengkhawatirkan berlebihan perihal
fisik misal rumah, mobil, dsb, maka derajatnya bisa lebih rendah dari
hewan.
Khusus untuk kaum wanita harus ada
persiapan khusus. Seperti hadits Rosululloh, “Dunia dan aksesorisnya
adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling indah adalah wanita
yang sholehah”. Laki-laki yang faham akan memilih pasangannya
berdasarkan ukuran kesholehannya. Rujukan dalam Al Qur’an tercantum pada
Q.S. Ali Imron:114. Jika ada wanita-wanita sholehah, maka itu merupakan
turunan dari ayat tersebut.
Proses yang harus dilakukan dalam ajaran
Islam yang pertama adalah ta’aruf. Baik laki-laki maupun perempuan harus
memahami kewajiban suami, istri, dan keduanya. Tahap selanjutnya adalah
diperkenankan Nadzor (melihat).
Kewajiban dari kaum laki-laki (yang prinsip):
- Menjaga dirinya dan keluarganya di jalan Alloh.
Dalam Q.S. At-Tahrim: 6 hal ini
diperintahkan dengan jelas. Saat ayat itu diturunkan, maka sahabat yang
bertanya adalah Umar bin Khattab. Ya Rosululloh, jika perintah untuk
menjaga diriku, aku sudah faham ya Rosululloh. Tapi apa yang dimaksud
dengan perintahkan dengan keluargamu. Rosululloh menjawab, perintahkan
keluargamu sebagaimana Alloh perintahkan pada kalian (harus mengerti
fikul ahkam), dan larang keluargamu sebagaimana Alloh melarang kalian
(harus mengetahui larangan Alloh). Rosululloh menasihati laki-laki,
berhati-hatilah kalian terhadap kaum wanita, karena wanita itu ibarat
tulang rusuk. Jika dibiarkan akan tetap bengkok, dan jika dipaksa lurus
maka akan patah. Inilah salah satu nasihat Rosululloh sebelum meninggal.
Oleh karena itu untuk dapat saling mengenal, harus ada pihak yang lain
yang memahami keduanya. Ada proses syuro di dalamnya. Dalam Al Qur’an
diceritakan kisah Nabi Musa as dengan putri Nabi Syu’aib. Dua orang
putri Nabi Syu’aib ini membantu orang tuanya bekerja sebagai peternak.
Mereka tidak ingin berikhtilat, maka mereka menunggu dan menyisih dari
keramaian laki-laki. Di sinilah bukti pertolongan Alloh. Nabi Musa
mengangkat tutup sumur yang konon hanya bisa diangkat oleh 10 orang. Hal
ini diperhatikan oleh kedua akhwat ini. Setelah itu mereka pulang,
disana orang tuanya tertegun karena waktu mengambil airnya cepat
(biasanya lama). Mereka menjelaskan pada orang tuanya apa adanya. Mereka
merekomendasikan pada ayahnya untuk meminta Nabi Musa sebagai
pegawainya. Pertimbangannya adalah Qowiyyun Amin (Kuat dan dapat
dipercaya). Nabi Syu’aib merespon permintaan putrinya. Akhirnya beliau
mengundang Nabi Musa. Dalam tafsir disebutkan, pada awalnya kedua akhwat
itu berjalan di depan sebagai petunjuk jalan. Ternyata ditengah
perjalanan pakaian sang akhwat tertiup angin dan tersingkap. Mengetahui
hal tersebut, nabi Musa meminta dirinya untuk berada di depan. Karena
nabi Musa tidak mengerti arah jalannya, maka penunjuk jalannya
menggunakan batu yang dilemparkan oleh sang akhwat. Pekerjaan nabi Musa
(sebagai peternak) inilah yang dijadikan mahar. Kemudian oleh mertuanya
diberi tongkat untuk menghalau ternak.
Kisah lain pertemuan laki-laki dan
perempuan di jalan dakwah antara lain kisah nabi Ibrahim dengan siti
sarah dan siti hajar, Rosululloh dan Aisyah, Rosululloh dan Khapsa, dan
sebagainya.
- Memberikan nafkah yang halal.
Dilihat etos kerjanya (semangat bekerja),
akhlak kerja (mencari yang halal dalam bekerja). Dalam ta’aruf hal ini
perlu ditanya oleh sang wanita. Laki-laki yang baik tidak akan
menyembunyikannya, karena ini merupakan kewajibannya. Hal ini sebaiknya
disampaikan dalam ta’aruf. Jangan melihat semata-mata keluarganya (bukan
berarti tidak boleh lho ya…). Jika hanya dilihat dari kekayaan orang
tuanya, itu bisa ludes dalam sesaat. Ingattt,, jangan semata-mata
dilihat gajinya, tapi etika kerjanya.
- Mempergauli istrinya dengan cara yang ma’ruf. Dilihatnya berdasarkan akhlak yang dilakukan saat berinteraksi dengan siapapun. Akhlaknya lembut pada siapapun.
Kewajiban dari kaum perempuan (yang prinsip):
- Taat pada suami di jalan Alloh.
Dalam aktivitasnya selalu mengukur diri,
termasuk bingkai yang Islami atau tidak. Wanita ini punya harga diri
yang tinggi dalam kaitan dengan addin (bukan karena materi). Laki-laki
yang baik akan mencari wanita yang seperti ini.
- Memelihara dirinya, terutama saat suami tidak ada.
Hal ini dijelaskan dalam Q.S. An Nisa.
Wanita betul-betul meluruskan hatinya dan menjaga akhlak dan perilakunya
untuk senantiasa concern di jalan Alloh. Setinggi apapun
cita-cita wanita atas karirnya tetap harus disinergikan dengan suaminya.
Dia dapat menjaga dirinya terutama dalam berinteraksi (diniatkan pada
Alloh). Q.S. 9: 71. Ayat tersebut menjelaskan terkait diperbolehkan
berinteraksi antara laki-laki dan perempuan dalam bingkai Islam. Salah
satu contoh interaksi yang dilakukan oleh wanita dalam hal berdiplomasi
adalah seperti hal yang dilakukan Maryam (kakak Nabi Musa). Dia bisa
menggegerkan istana Fira’un. Ini dilakukan berdasarkan kompetensi dan
komunikasi.
- Menjadi partner suami di jalan Alloh.
Dalam Al qur’an kaum wanita diibaratkan
sebagai ladang yang subur dan laki-laki adalah penanam yang baik. Makna
subur bagi kaum wanita ada dua hal. Yang pertama adalah subur fisik.
Dalam hadits riwayat Baehaqi dan ibnu Rozaq, “Nikahlah, kamu akan
mendapatkan keturunan dalam jumlah banyak, dan aku akan bangga di
hadapan umat yang lain”. Makin banyak anak, kaum wanita itu akan semakin
sehat, ini butuh ilmu. Yang kedua adalah subur jika ditanami
maknawiyah. Artinya jika diberi nasehat oleh suami dan diajak dalam hal
kebaikan, langsung timbul semangat.
Kewajiban bersama suami dan istri:
- Bekerjasama dalam melahirkan anak sholeh dan sholehah. Prosesnyapun harus diperhatikan, harus dengan cara yang Islami (tidak hanya sekedar biologis).
- Bekerjasama dalam membina keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Dalam hal ini saling menasehati dan tidak menang-menangan.
- Bekerjasama dalam membina ummat.
Entry point untuk ta’aruf tidak harus
dari murobbi/yah, bisa dari orang tua, kawan, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dibawa ke pihak yang amanah untuk disyurokan. Setelah
disyurokan, maka keduanya dipertemukan supaya keduanya berbicara dan
memberi penjelasan satu sama lain. Jika pilihannya lebih dari satu, maka
istikharoh. Sebelum khitbah, wanita masih boleh menerima lamaran.
Setelah dikhitbah, maka haram bagi wanita untuk menerima khitbah dari
laki-laki lain. Setelah siap, maka diperkenankan nadzor (melihat).
Jangan terlalu lama terkait ta’arif terkait ikhwan dan akhwat. Jika
sudah ok, maka segeralah melakukan proses khitbah. Karena selesai
khitbah, ada dua hal yang bisa dipegang, yang pertama baik ikhwan maupun
akhwat sudah tidak bisa mencari alternatif lain, boleh berinteraksi
secara khusus. Khitbah itu statement yang disampaikan boleh langsung
dari ikhwan yang bersangkutan atau orang tua ikhwan pada bapak sang
akhwat. Pada saat khitbah: dihimbau untuk ke masjid terlebih dahulu,
sholat tahiyatul masjid, dan berdoa, kemudian saat di rumah sang akhwat
adabnya adalah memuji Alloh, sholawat, menyampaikan keinginan dan harus
ada statement khitbah. Sebelumnya akhwat sudah mengomunikasikan hal ini
pada sang bapak. Walaupun bapak punya hak penuh, tapi tidak bisa memaksa
sang anak. Komunikasi ini penting agar tidak terjadi khitbah yang
ditolak. Sang bapak dari akhwat juga harus bisa membedakan antara
khitbah dan maen (kunjungan). Adab penerimaan khitbah antara lain:
memuji Alloh, sholawat, dan pernyataan penerimaan khitbah dari si fulan,
mudah-mudahan Alloh meridhoi. Sebelum akad, maka mereka masih belum
mahrom. Pada saat akad, jika ingin dilakukan di masjid maka sang akhwat
harus suci, jadi siklus haidnya harus benar-benar dihitung dan
dipastikan saat akad nikah tidak haid. Jika ragu, maka sebaiknya tidak
di masjid. Jika dalam keadaan suci, maka pengantin sebaiknya dalam
keadaan berwudlu. Setelah itu melakukan sholat tahiyatul masjid.
Ingaattt… pengantin bukan raja, bagaimanapun juga yang dihormati adalah
tamu.
REPOST FROM https://ponpesaliffah.wordpress.com/
REPOST FROM https://ponpesaliffah.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar