Senin, 29 Februari 2016

MUSLIMAH SEBAGAI ISTRI SHOLIHAH (Lanjutan)


Ta’lim Rutin Al iffah                                                                                               
Ahad, 15 April 2012
Dalam Islam telah diatur terkait perjodoohan seperti yang telah disebutkan dalam Q.S. 24: 26. Alloh memerintahkan hamba-Nya unuk menikah dalam Q.S. An-nur: 32. Dalam ayat ini Alloh menjamin terkait pernikahan, juga kaitannya dengan harta. Contohlah cara hidup burung. Burung itu tidak pernah takut akan masa depan. Burung itu tidak memiliki tabungan, sekali dia mencari makanan maka langsung dia habiskan, dan begitu seterusnya. Namun dia tetap gembira dan tak pernah kusut. Hal penting yang perlu diingat adalah nasihat Rosul pada kaum muda, jika  sudah siap menikah maka menikahlah dan jika belum mampu maka puasalah. Hal yang perlu disiapkan adalah terutama kaitannya dengan maknawi, bukan fisik. Hewan saja tidak mempersiapkan fisiknya. Jika manusia mengkhawatirkan berlebihan perihal fisik misal rumah, mobil, dsb, maka derajatnya bisa lebih rendah dari hewan.
Khusus untuk kaum wanita harus ada persiapan khusus. Seperti hadits Rosululloh, “Dunia dan aksesorisnya adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling indah adalah wanita yang sholehah”. Laki-laki yang faham akan memilih pasangannya berdasarkan ukuran kesholehannya. Rujukan dalam Al Qur’an tercantum pada Q.S. Ali Imron:114. Jika ada wanita-wanita sholehah, maka itu merupakan turunan dari ayat tersebut.
Proses yang harus dilakukan dalam ajaran Islam yang pertama adalah ta’aruf. Baik laki-laki maupun perempuan harus memahami kewajiban suami, istri, dan keduanya. Tahap selanjutnya adalah diperkenankan Nadzor (melihat).
Kewajiban dari kaum laki-laki (yang prinsip):
  1. Menjaga dirinya dan keluarganya di jalan Alloh.
Dalam Q.S. At-Tahrim: 6 hal ini diperintahkan dengan jelas. Saat ayat itu diturunkan, maka sahabat yang bertanya adalah Umar bin Khattab. Ya Rosululloh, jika perintah untuk menjaga diriku, aku sudah faham ya Rosululloh. Tapi apa yang dimaksud dengan perintahkan dengan keluargamu. Rosululloh menjawab, perintahkan keluargamu sebagaimana Alloh perintahkan pada kalian (harus mengerti fikul ahkam), dan larang keluargamu sebagaimana Alloh melarang kalian (harus mengetahui larangan Alloh). Rosululloh menasihati laki-laki, berhati-hatilah kalian terhadap kaum wanita, karena wanita itu ibarat tulang rusuk. Jika dibiarkan akan tetap bengkok, dan jika dipaksa lurus maka akan patah. Inilah salah satu nasihat Rosululloh sebelum meninggal. Oleh karena itu untuk dapat saling mengenal, harus ada pihak yang lain yang memahami keduanya. Ada proses syuro di dalamnya. Dalam Al Qur’an diceritakan kisah Nabi Musa as dengan putri Nabi Syu’aib. Dua orang putri Nabi Syu’aib ini membantu orang tuanya bekerja sebagai peternak. Mereka tidak ingin berikhtilat, maka mereka menunggu dan menyisih dari keramaian laki-laki. Di sinilah bukti pertolongan Alloh. Nabi Musa mengangkat tutup sumur yang konon hanya bisa diangkat oleh 10 orang. Hal ini diperhatikan oleh kedua akhwat ini. Setelah itu mereka pulang, disana orang tuanya tertegun karena waktu mengambil airnya cepat (biasanya lama). Mereka menjelaskan pada orang tuanya apa adanya. Mereka merekomendasikan pada ayahnya untuk meminta Nabi Musa sebagai pegawainya. Pertimbangannya adalah Qowiyyun Amin (Kuat dan dapat dipercaya). Nabi Syu’aib merespon permintaan putrinya. Akhirnya beliau mengundang Nabi Musa. Dalam tafsir disebutkan, pada awalnya kedua akhwat itu berjalan di depan sebagai petunjuk jalan. Ternyata ditengah perjalanan pakaian sang akhwat tertiup angin dan tersingkap. Mengetahui hal tersebut, nabi Musa meminta dirinya untuk berada di depan. Karena nabi Musa tidak mengerti arah jalannya, maka penunjuk jalannya menggunakan batu yang dilemparkan oleh sang akhwat. Pekerjaan nabi Musa (sebagai peternak) inilah yang dijadikan mahar. Kemudian oleh mertuanya diberi tongkat untuk menghalau ternak.
Kisah lain pertemuan laki-laki dan perempuan di jalan dakwah antara lain kisah nabi Ibrahim dengan siti sarah dan siti hajar, Rosululloh dan Aisyah, Rosululloh dan Khapsa, dan sebagainya.
  1. Memberikan nafkah yang halal.
Dilihat etos kerjanya (semangat bekerja), akhlak kerja (mencari yang halal dalam bekerja). Dalam ta’aruf hal ini perlu ditanya oleh sang wanita. Laki-laki yang baik tidak akan menyembunyikannya, karena ini merupakan kewajibannya. Hal ini sebaiknya disampaikan dalam ta’aruf. Jangan melihat semata-mata keluarganya (bukan berarti tidak boleh lho ya…). Jika hanya dilihat dari kekayaan orang tuanya, itu bisa ludes dalam sesaat. Ingattt,, jangan semata-mata dilihat gajinya, tapi etika kerjanya.
  1. Mempergauli istrinya dengan cara yang ma’ruf. Dilihatnya berdasarkan akhlak yang dilakukan saat berinteraksi dengan siapapun. Akhlaknya lembut pada siapapun.
Kewajiban dari kaum perempuan  (yang prinsip):
  1. Taat pada suami di jalan Alloh.
Dalam aktivitasnya selalu mengukur diri, termasuk bingkai yang Islami atau tidak. Wanita ini punya harga diri yang tinggi dalam kaitan dengan addin (bukan karena materi). Laki-laki yang baik akan mencari wanita yang seperti ini.
  1. Memelihara dirinya, terutama saat suami tidak ada.
Hal ini dijelaskan dalam Q.S. An Nisa. Wanita betul-betul meluruskan hatinya dan menjaga akhlak dan perilakunya untuk senantiasa concern di jalan Alloh. Setinggi apapun cita-cita wanita atas karirnya tetap harus disinergikan dengan suaminya. Dia dapat menjaga dirinya terutama dalam berinteraksi (diniatkan pada Alloh). Q.S. 9: 71. Ayat tersebut menjelaskan terkait diperbolehkan berinteraksi antara laki-laki dan perempuan dalam bingkai Islam. Salah satu contoh interaksi yang dilakukan oleh wanita dalam hal berdiplomasi adalah seperti hal yang dilakukan Maryam (kakak Nabi Musa). Dia bisa menggegerkan istana Fira’un. Ini dilakukan berdasarkan kompetensi dan komunikasi.
  1. Menjadi partner suami di jalan Alloh.
Dalam Al qur’an kaum wanita diibaratkan sebagai ladang yang subur dan laki-laki adalah penanam yang baik. Makna subur bagi kaum wanita ada dua hal. Yang pertama adalah subur fisik. Dalam hadits riwayat Baehaqi dan ibnu Rozaq, “Nikahlah, kamu akan mendapatkan keturunan dalam jumlah banyak, dan aku akan bangga di hadapan umat yang lain”. Makin banyak anak, kaum wanita itu akan semakin sehat, ini butuh ilmu. Yang kedua adalah subur jika ditanami maknawiyah. Artinya jika diberi nasehat oleh suami dan diajak dalam hal kebaikan, langsung timbul semangat.
Kewajiban bersama suami dan istri:
  1. Bekerjasama dalam melahirkan anak sholeh dan sholehah. Prosesnyapun harus diperhatikan, harus dengan cara yang Islami (tidak hanya sekedar biologis).
  2. Bekerjasama dalam membina keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Dalam hal ini saling menasehati dan tidak menang-menangan.
  3. Bekerjasama dalam membina ummat.
Entry point untuk ta’aruf tidak harus dari murobbi/yah, bisa dari orang tua, kawan, dan lain sebagainya. Selanjutnya dibawa ke pihak yang amanah untuk disyurokan. Setelah disyurokan, maka keduanya dipertemukan supaya keduanya berbicara dan memberi penjelasan satu sama lain. Jika pilihannya lebih dari satu, maka istikharoh. Sebelum khitbah, wanita masih boleh menerima lamaran. Setelah dikhitbah, maka haram bagi wanita untuk menerima khitbah dari laki-laki lain. Setelah siap, maka diperkenankan nadzor (melihat). Jangan terlalu lama terkait ta’arif terkait ikhwan dan akhwat. Jika sudah ok, maka segeralah melakukan proses khitbah. Karena selesai khitbah, ada dua hal yang bisa dipegang, yang pertama baik ikhwan maupun akhwat sudah tidak bisa mencari alternatif lain, boleh berinteraksi secara khusus. Khitbah itu statement yang disampaikan boleh langsung dari ikhwan yang bersangkutan atau orang tua ikhwan pada bapak sang akhwat. Pada saat khitbah: dihimbau untuk ke masjid terlebih dahulu, sholat tahiyatul masjid, dan berdoa, kemudian saat di rumah sang akhwat adabnya adalah memuji Alloh, sholawat, menyampaikan keinginan dan harus ada statement khitbah. Sebelumnya akhwat sudah mengomunikasikan hal ini pada sang bapak. Walaupun bapak punya hak penuh, tapi tidak bisa memaksa sang anak. Komunikasi ini penting agar tidak terjadi khitbah yang ditolak. Sang bapak dari akhwat juga harus bisa membedakan antara khitbah dan maen (kunjungan). Adab penerimaan khitbah antara lain: memuji Alloh, sholawat, dan pernyataan penerimaan khitbah dari si fulan, mudah-mudahan Alloh meridhoi. Sebelum akad, maka mereka masih belum mahrom. Pada saat akad, jika ingin dilakukan di masjid maka sang akhwat harus suci, jadi siklus haidnya harus benar-benar dihitung dan dipastikan saat akad nikah tidak haid. Jika ragu, maka sebaiknya tidak di masjid. Jika dalam keadaan suci, maka pengantin sebaiknya dalam keadaan berwudlu. Setelah itu melakukan sholat tahiyatul masjid. Ingaattt… pengantin bukan raja, bagaimanapun juga yang dihormati adalah tamu.

REPOST FROM https://ponpesaliffah.wordpress.com/ 

0 komentar:

Posting Komentar